Selasa, 12 Juli 2011

alkalimetri

Suatu metode titrimetri untuk analisis didasarkan pada suatu reaksi kimia seperti. aA + tT produk
dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagen T. reagen T yang disebut titran, ditambahkan sedikit demi sedikit (secara inkremental), biasanya dari dalam buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui. (Khopkar, 1984) Salah satu contoh metode analisis titrimetri adalah digunakan pada reaksi asam-basa. Tirasi asam basa merupakan teknikyang banyak digunakan untuk menetapkan secara tepat konsentrasinya dari suatu larutan asam atau basa. Titrasi ini pada dasarnya merupakan reaksi penetralan dan biasa juga disebut aside-alkalimetri. Jika larutan ng asam disebut asidimetri dan jika larutan bakunya adalah basa disebut alaklimetri. Dalam titrasi asam basa, jumlah relative asam dan basa yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen ditentukan dengan perbandingan jumlah mol asam (H+) dan jumlah mol basa (OH-) yang bereaksi.

Misalanya:
HCl + NaOH NaCl + H2O
Reaksi ionnya:
H3O+ + OH- H2O

Pada saat tercapai titik ekivalen, penambahan sedikit asam atau basa akan menyebabkan perubahan pH yang sangat besar. Perubahan pH yang besar ini seringkali dideteksi dengan zat yang disebut indicator, yaitu suatu senyawa organic yang akan berubah warnanya dalam rentang pH tertentu.
(Astin Lukum, 2005)
Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati, karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator. Kadua cara di atas termasuk analisis titrimetri atau volumetrik. Selama bertahun-tahun istilah analisis volumetrik lebih sering digunakan dari pada titrimetrik. Akan tetatpi, dilihat dari segi yang yang keta, “titrimetrik” lebih baik, karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi oleh titrasi.
Rekasi-reaksi kima yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik asam-basa adalah sebagai berikut :
Jika HA meruapakn asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa, maka reksinya adalah : HA + OH→A- + H2O
Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka reaksinya adalah ; BOH + H+ → B+ = H2O

Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa adalah reaksi penetralan, yakni ; H+ + OH -→ H2O dan terdiri dari beberapa kemungkinan yaitu reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dan basa lemah, asam lemah dan basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah. Khusus reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam analisis kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis kembali sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang menyebabkan bahwa titran biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl.

Perhitungan titrasi asam basa didasarkan pada reaksi pentralan, menggunakan dua macam cara, yaitu :
1. Berdasarkan logika bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen (grek) asam yang bereaksi sama dengan jumlah ekivalen (grek) basa.
Diketahui : grek (garam ekivalensi) = Volume (V) x Normalitas (N),
Maka pada titik ekivalen : V asam x N asam = V basa x N basa; atau
V1 + N1 = V2 + N 2
Untuk asam berbasa satu dan basa berasam satu, normalitas sama dengan molaritas, berarti larutan 1 M = 1 N. Akan tetapi untuk asam berbasa dua dan basa berasam dua 1 M = 1 N.
2. Berdasarkan koifisein reaksi atau pensetaraan jumlah mol
Misalnya untuk reaksi :
2 NaOH + (COOH)2→(COONa) + H2O
(COOH)2 = 2 NaOH
Jika M1 adalah molaritas NaOH dan V1 adalah volume NaOH, sedangkan M2 adalah molaritas (COOH)2 dan V2 adalah volume (COOH)2, maka :
V1 M1 2
------- = --- V1 M1 x 1 = V2 M 2 x 2
V2 M 2 1
Oleh sebab itu : V Na Oh x M NaOH x 1 = V (COOH)2 x M (COOH)2 x
http://arifqbio.multiply.com
Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini:
1.Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan (sebaiknya pada suhu 110-120oC).
2.Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan.
3.Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.
4.Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02 %).
5.Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap. Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.
6.Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara, atau dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak berubah selama penyimpanan.

Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan pengamatan dengan indicator bila pH pada titik ekivalen antara 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau basa lemah jika penitrasian tetapan disosiasi asam lemah besar dari 104. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu satu molekul ke molekul yang lain.
Dalam aside-alkalimetri, 1 ekivalen asam atau basa ialah sebanyak senyawa ini yang dapat melepaskan 1 mol ion H+. Proses untuk menentukan banyaknya ekivalen asam dibutuhkan untuk menetralkan sevolume larutan basa atau sebaliknya disebut titrasi, sehingga
Jumlah ekivalen asam = jumlah ekivalen basa.
Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik (saat) mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan, yang tak dapat di salah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator.
Alkalimetri

Alkalimetri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan baku asam.Proses untuk menentukan banyaknya ekivalen asam dibutuhkan untuk menetralkan sevolume larutan basa atau sebaliknya disebut titrasi.Dalam percobaan ini diperlukan larutan standar primer,dimana larutan standar primer adalah larutan baku yang dibuat dengan menimbang zatnya lalu melarutkan sampai volume tertentu. Dalam percobaan ini akan ditentukan konsentrasi NaOH dan asam asetat dalam cuka dengan menggunakan asam oksalat(H2C2O4) sebagai larutan standar primernya.
a.Cara membuat larutan primer asam oksalat(H2C2O4)
Pertama –tama siapkan asam oksalat padat kemudian timbang asam oksalat tersebut dalam neraca analitik sebanyak 6,3035 gr kemudian larutkan dalam aquadest hingga mencapai 100 ml hingga didapat larutan asam oksalat. Larutan ini yang disebut sebagai larutan standar primer yang akan disimpan dan digunakan dalam penentuan konsentrasi NaOH dan asam asetat dalam cuka.
b.Penentuan konsentrasi NaOH dengan larutan baku asam oksalat
Penentuan konsentrasi NaOH dengan larutan baku asam oksalat berdasarkan atas reaksi :
2 NaOH + (COOH)2 (COONa)2 + H2O
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah buret yang sudah bersih dibilas dengan larutan NaOH yang dipakai dan disi kembali dengan larutan NaOH kemudian labu titrasi 2 buah dipipet 25 ml larutan baku asam oksalat dan ditambahkan 4 tetes indikator fenoftalin (PP) kemudian dititrasi

Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. Atau dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam prakteknya titik ekivalen sukar diamati, karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir stoikometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di mana penambahan satu tetes zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator. Kedua cara di atas termasuk analisis titrimetri atau volumetrik. Selama bertahun-tahun istilah analisis volumetrik lebih sering digunakan dari pada titrimetrik. Akan tetatpi, dilihat dari segi yang yang keta, “titrimetrik” lebih baik, karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi oleh titrasi.
Rekasi-reaksi kima yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik asam-basa adalah sebagai berikut :
Jika HA meruapakn asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa, maka reksinya adalah : HA + OH→A- + H2O
Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka reaksinya adalah ; BOH + H+ → B+ = H2O
Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa adalah reaksi penetralan, yakni ; H+ + OH -→ H2O dan terdiri dari beberapa kemungkinan yaitu reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dan basa lemah, asam lemah dan basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah.
Khusus reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam analisis kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis kembali sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang menyebabkan bahwa titran biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl.
(Underwood, 1986)
Salah satu analisis titrimetri yang melibatkan asam basa adalah asidi alkalimetri. Titrasi asam basa sangat berguna dalam dunia kefarmasian terutama untuk reaksi-reaksi dalam pembuatan obat. Oleh karena itu asidi alkalimetri sangat perlu untuk dipelajari..
Salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan analisis titrimetri adalah reaksi penetralan atau asidimetri dan alkalimetri. Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah (basa bebas) dengan suatu asam standar (asidimetri), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah (asam bebas) dengan suatu basa standar (alkalimetri). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksi-reaksi tersebut
(Basset, J, 1994).
Larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang diketahui dalam suatu volume tertentu dalam suatu larutan disebut larutan standar. Sedangkan larutan standar primer adalah suatu larutan yang konsentrasinya dapat langsung ditentukan dari berat bahan sangat murni yang dilarutkan dan volume yang terjadi. Suatu zat standar primer harus memenuhi syarat seperti dibawah ini:
1.Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan (sebaiknya pada suhu 110-120oC).
2.Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan.
3.Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.
4.Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uji-uji kualitatif atau uji-uji lain yang kepekaannya diketahui (jumlah total zat-zat pengotor, umumnya tak boleh melebihi 0,01-0,02 %).
5.Reaksi dengan larutan standar itu harus stoikiometrik dan praktis sekejap. Sesatan titrasi harus dapat diabaikan, atau mudah ditetapkan dengan cermat dengan eksperimen.
6.Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan; kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi oleh udara, atau dipengaruhi oleh karbondioksida. Standar ini harus dijaga agar komposisinya tak berubah selama penyimpanan.
Natrium karbonat Na2CO3, natrium tetraborat Na2B4O7, kalium hydrogen iodat KH(IO3)2, asam klorida bertitik didih konstan merupakan zat-zat yang biasa digunakan sebagai standar primer. Sedangkan standar sekunder adalah suatu zat yang dapat digunakan untuk standarisasi yang kandungan zat aktifnya telah ditemukan dengan perbandingan terhadap suatu standar primer
(Basset, J, 1994).
Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik (saat)
mana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekuivalen (setara) atau titik akhir teoritis. Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan, yang tak dapat di salah lihat oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar (biasanya ditambahkan dari dalam sebuah buret) itu sendiri, atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai indikator
(Basset, J, 1994).
Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda (Keenan, 2002).
Fenolphtalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang tidak terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa fenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena anionnya
(Day, 1981).
Metil jingga adalah garam Na dari suatu asam sulphonic di mana di dalam suatu larutan banyak terionisasi, dan dalam lingkungan alkali anionnya memberikan warna kuning, sedangkan dalam suasana asam metil jingga bersifat sebagai basa lemah dan mengambil ion H+, terjadi suatu perubahan struktur dan memberikan warna merah dari ion-ionnya
(Day, 1981).
Campuran karbonat dan hidroksida, atau karbonat dan bikarbonat, dapat ditetapkan dengan titrasi dengan menggunakan indikator fenolphtalein dan jingga metil
(Day, 1981).

Kesimpulan

Titrasi alkalimetri pada percobaan ini adalah untuk mengukur kadar konsentrasi NH4OH (basa lemah) dengan HCl sebagai basa kuat. Reaksi netralisasi dapat diamati dengan baik ketika terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu dengan menggunakan indikator MO dan ME (3:1) sebagai indikator visualnya. Reaksi netralisasinya adalah NH4OH+HCl → NH4Cl+H2O.
Kemungkinan Kesalahan
1. Kurangnya kosentrasi pratikan-pratikan selama proses praktikum berlangsung
2. Kurang teliti dalam mencampurkan larutan
3. Kurang teliti dalam membersikan alat praktikum














DAFTAR PUSTAKA

Khopkar.1984. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.
Lukum, Astin P. 2005. Bahan Ajar Dasar-dasar Kimia Analitik. Gorontalo: UNG.
Teaching,Team . 2005. Modul Praktikum Dasar-dasar Kimia Analitik. Gorontalo: UNG.
Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
http://arifqbio.multiply.com
http://id.answers.yahoo.com
http://farmasi.site88.net